Resensi Novel "Jingga dan Senja"
Judul Novel : Jingga dan Senja
Penulis : Esti Kinasih
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : Februari 2010, Cetakan I
Tebal : 313 halaman
Harga : Rp 35.000,00
Kemiripan dua buah nama ternyata bisa
dijadikan sebagai alasan yang kuat untuk bersama. Bukan merupakan nama
biasa yang pada umumnya dapat ditemui di masyarakat pada umumnya. Akan
tetapi, lebih mengacu kepada suatu identitas unik dan bersifat
fenomenal. Tidak dapat dikatakan “kuno” atau “berlebihan”, namun itulah
kenyataannya. Walaupun memiliki perbedaan pada nama pertama dan kedua,
tetapi makna katanya tetap sama. Memusat pada satu titik terpenting
dalam jagat raya.Satu titik terpenting saat kembali ke peraduaannya. Dua
panggilan inilah yang digunakan Esti Kinasih dalam novelnya yang
berjudul Jingga dan Senja.
Dalam novel ini diceritakan
tentang kehidupan anak remaja yang dibumbui dengan romansa cinta serta
hal lainnya, seperti persahabatan hingga pada aksi tawuran sekolah.
Berlatar di sebuah sekolah menengah tingkat atas Jakarta dengan segala
hal yang berbau kehidupan ABG sekarang, membuat semua siswa-siswinya
mengikuti trend yang berkembang di masa sekarang. Termasuk aksi jagoan
para siswa SMA Airlangga yang “rela mati demi mempertahankan negara”,
begitu semboyan mereka. Pertemuan dua insan dengan nama yang tidak jauh
beda di “medan tempur”, menjadi hidangan awal timbulnya konflik baru.
Suasana inilah yang menjadikan
karya perempuan berzodiak Virgo tersebut menciptakan kegemparan yang
luar biasa di jejaring sosial maupun forum-forum diskusi dunia maya.
Ditambah lagi aksi nekatnya membuat para pembaca ingin marah, gelisah,
dan tak karuan. Resentator yang juga merangkap sebagai teenlit lovers
dengan tidak sungkan mencap bahwa karya Esti Kinasih kelima ini
merupakan karya yang belakangan mengguncang animo dunia pembaca cerita
fiksi dan teenlit lovers, khususnya kaum hawa.
***
NOVEL
dibuka dengan aksi lempar-melempar bom-bom molotov padat alias batu,
dari tempat-tempat penyimpanan rahasia di dalam dan di sekitar area SMA
Airlangga. Penyerangan oleh musuh bebuyutan yakni SMA Brawijaya
mengharuskan sekelompok siswa Airlangga dengan julukan “Pasukan
Kamikaze” rela terlibat tawuran dan tidak peduli risiko yang akan
dihadapi nantinya. “Sial! Si oranye itu kena kutuk, kali ya? Lagi-lagi
terlibat tawuran!” desisnya. “WOI! COVER-IN GUE!” teriak pentolan SMA
Airlangga yang bernama Ari itu kepada para “prajuritnya”. (hlm.46)
Hal yang wajar baginya
mengatakan itu, karena gadis bernuansa oranye itu bukan kali ini saja
terlibat tawuran, walaupun tanpa disengaja. Demi menyelamatkan gadis
itu dan seorang temannya, Ari bergegas mencapai tempat kedua siswi itu.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Angga sang leader SMA Brawijaya.
Kalah jarak dan pertahanan mengakibatkan Ari gagal menyelamatkan
mereka.
Ari. Nama yang sudah tidak
asing lagi bagi seluruh murid di sekolahnya. Sepenggal nama yang selalu
keluar dari mulut guru-guru dan bahkan kepala sekolah. Seorang biang
onar sekolah yang sangat ditakuti oleh adik kelas dan teman-temannya
ini, dijuluki misterius karena tak ada seorang pun yang tahu bahkan
Oji, sahabatnya sendiri mengenai keberadaan rumahnya. “Sejenis macan
tertidur di dalam dirinya”. Yang orang lain tidak pernah tahu apa yang
salah dengannya. Para guru sudah capek hati mengomel padanya. Ulahnya
yang tak karuan dapat menembus pertahanan guru-guru yang sedang
menjalankan puasa Senin-Kamis. Meskipun begitu, Ari dikenal dengan
sifatnya yang tidak pelit dan setia pada teman-temannya. Hal paling
mengagetkan lagi adalah Ari termasuk jajaran siswa yang masuk peringkat
10 besar di kelasnya yang notabenenya adalah kelas unggulan itu.
Padahal biasanya, biang onar identik dengan bodoh. Kenyataannya, Ari
membuat pengecualian dalam hal itu. (hlm.16)
Kedua gadis yang dijadikan
sandera saat tawuran telah dibebaskan, karena tunduknya seorang Ari
pada anak-anak SMA Brawijaya. Hal yang langka, namun apa boleh buat.
Meskipun Ari pembuat onar, ia tidak pernah mau melibatkan wanita dalam
tawuran. Prinsip itu selalu dipegangnya teguh. Sama halnya seperti
Angga. Namun, aksinya yang memboyong kedua siswi itu ke sekolahnya,
sekonyong-konyong menjadi pertanyaan besar bagi Ari. Tatapan mata Angga
yang tajam seolah-olah menunjukkan aksi “perang” tersebut sebagai
dendam pribadi secara tak langsung yang tak diketahui atau mungkin
terlewatkan oleh Ari.
Selidik punya selidik, ternyata
Ari dan Tari, demikian nama gadis berpernak-pernik oranye itu,
memiliki satu rahasia besar. “Lo percaya nggak kalo gue bilang kita
berdua kayak benda dan bayangan? Lo bayangan gue dan gue bayangan elo,”
ucap Ari pelan mulai mengatakan bagian prolog. Jingga Matahari (Tari)
dan Matahari Senja (Ari). Bukan terlalu melankolis, tetapi kemiripan
nama itu mendasari Ari harus memiliki Tari seutuhnya. Dia beranggapan
bahwa Tari itu adalah soulmate-nya. (hlm. 98)
Ari yang selama ini tidak
peduli dengan wanita, tiba-tiba saja berusaha mendapatkan Tari dengan
cara apapun. Kontan, berita itu mengguncang satu sekolahan. Terutama
sekelompok siswi yang menyebut diri mereka “The Scissors” yang
digawangi oleh Veronica. Tatapan sinis dan kecaman dari Vero and the
genk tidak menggoyahkan tekad Ari.Segala cara dilakukan Ari untuk
memikat hati seorang Tari. Namun, hal itu tidaklah mudah. Dulu, Tari
memang sangat mengagumi Ari sebagai “dewa penolongnya”, saat Ari dengan
gentle-nya melindungi Tari dari sengatan sinar matahari pada waktu
upacara. Namun sekarang, semakin Ari berusaha mendekatinya, semakin
mati-matian Tari menjauhkan diri. Predikat buruk Ari jelas membuat Tari
tidak ingin berurusan dengan lelaki itu. Ditambah lagi, Angga, musuh
bebuyutan Ari juga melaksanakan aksi pedekate terhadap Tari. Angga
bertekad mendapatkan gadis itu, demi membalaskan dendam masa lalunya
kepada Ari. Baik Ari maupun Angga saling 'kejar-kejaran' dalam bersaing
untuk menjadikan Tari sebagai pacar. Sikap baik dan sabar yang
ditunjukkan Angga jelas lebih menggetarkan hati Tari dibandingkan sifat
pemaksa dan keras dari Ari. Hal ini sontak menggelakkan amarah Ari. Ia
terus melancarkan serangan-serangan pada Angga. Namun, Angga tetap
tersenyum menghadapi segala tindak-tanduk Ari dan puas karena
“jebakannya dimakan”.
“Sepupunya Angga ada di kelas
sepuluh tiga. Cewek. Namanya Anggita Prameswari,” ucap Ridho pelan.
Senyum simpul seketika mendarat di bibir Ari. Ia menjadikan Gita sebagai
pion agar Angga mundur melawan Ari. Karena itu, Angga tidak bisa lagi
berkomunikasi langsung dengan Tari. Tari bingung dan sedih saat tahu
tentang itu. Ia tidak tahu lagi siapa yang akan menjadi sandarannya
apabila teror-teror lainnya dilancarkan oleh Ari.
Tanpa disengaja atau tidak,
kembali Tari bertemu dengan sosok yang sangat mirip dengan Ari di
foodcourt, bahkan mungkin lelaki itu adalah Ari. Namun, setelah terjadi
pembicaraan diantara keduanya, tahulah Tari bahwa lelaki itu adalah
kembaran Ari yang bernama Ata. Satu lagi surprise buat Tari. Lelaki itu
bernama Matahari Jingga, kebalikan dari namanya sendiri. (hlm.213)
Sejak saat itu, Ata menjadi batu
sandaran bagi Tari. Semua masalah Tari yang didominasi oleh perlakuan
Ari selalu dibagikannya dengan Ata. Ari pun tidak terima dengan hal
itu. Sampai pada saat Tari datang ke sekolah dengan mata sembap…
***
TERTEBAKKAH ending-nya? Esti
Kinasih kurang memberi apresiasi yang baik tentang konflik dalam
novelnya tersebut. Terkesan menggantungkan cerita. Ternyata tindakan
Ari yang menghalalkan segala cara itu adalah sebuah awal teror.
Pemandangan pada pagi hari saat Tari muncul dengan kedua mata sembap
-Ari tidak bisa mengenyahkan bayangan itu dari kepalanya- merupakan
awal sebuah elegi. Sampai detik ini, pagi itu terus membayangi dan
membebani pikirannya. Karena itu, akan terus diganggunya Tari. Sampai
kedua bibir gadis itu terbuka dan mengatakan penyebabnya….
Membaca novel ini dapat
mempertajam nalar pembaca karena banyaknya teka-teki yang tersurat
ataupun tersirat di dalamnya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, novel
itu memberi kesan penasaran yang luar biasa hebat pada para pembaca.
Karena novel Jingga dan Senja ternyata memiliki kelanjutan cerita yang
nantinya akan dituangkan pada novel kedua yang berjudul Jingga Dalam
Elegi. Tak heran bahwa penulis mendapat acungan jempol dari berbagai
pihak. Penggunaan kosa kata dan gaya bahasa yang bagus, menarik, dan
tidak membosankan membuat karyanya disukai banyak orang. Pendeskripsian
watak tokoh dalam cerita sangat jelas dan dapat dibayangkan oleh para
pembaca dengan kombinasi imajinasi dalam diri tentunya.Ide cemerlang
yang dimiliki oleh gadis dengan impian dapat mendaki Puncak Himalaya
ini, tetap tidak boleh dipandang sebelah mata. Pemikirannya yang cerdas
mampu menimbulkan konflik batin mendalam yang berkepanjangan bagi
setiap orang yang membaca karyanya. Setiap harinya, lebih dari ratusan
bahkan ribuan orang yang berbeda di salah satu forum diskusi dunia maya
selalu mempertanyakan waktu terbitnya novel Jingga Dalam Elegi. Dua
grup yang menamakan diri mereka Jingga Matahari Senja (JMS) &
Ekspresi Menulis Berkarya dan Untaian Harapan (EMBUN) tak
henti-hentinya berdiskusi atau sekedar membahas prediksi cerita
selanjutnya. Bagaimanapun, itu merupakan sesuatu yang tak boleh
dipandang sebelah mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar